Allah SWT mengistilahkan berbagai kesenangan dalam kehidupan dunia ini sebagai qalil (“sedikit”) dan menggambarkan akhirat sebagai khair (“terbaik”). Amat disayangkan jika berbagai kesenangan dunia yang “sedikit” dan singkat ini menghalangi kita untuk mencapai kebaikan tak terbatas, dan sayang pula bila kesenangan-kesenangan yang tidak punya nilai hakiki ini menutup pintu Hakikat yang abadi. Alquran mengatakan :
.……..Katakanlah, “Kesenangan dunia hanya sedikit dan akhirat lebih baik bagi yang bertakwa. Kamu tiada akan dizalimi sedikit pun !
Dan juga, kehidupan dunia ini dipandang sebagai “permainan dan sendau gurau” dan akhirat sebagai modal. Kehidupan dunia adalah obyek yang dituju oleh budak-budak syahwat dan hawa nafsu, sementara akhirat adalah obyek yang yang dituju oleh hamba-hamba Allah yang saleh. Alquran mengatakan :
Bukankah kehidupan di dunia ini hanya permainan dan sendau gurau ? Lebih baik kediaman akhirat bagi mereka yang bertakwa (kepada Allah). Maka tiadakah kamu mengerti juga ?
Kesenangan dunia yang “singkat” dan “sedikit” berupa harta kekayaan materi. Tenggelam dalam kenikmatan duniawi dipandang sebagai “permainan dan sendau gurau” saja. Alquran mengatakan :
Dijadikan indah tampaknya bagi manusia kecintaan kepada apa yang diinginkan : wanita-wanita, anak-anak, emas dan perak yang bertumpuk-tumpuk, dan kuda-kuda diselar tanda pilihan binatang ternak, dan tanah ladang. Itulah harta benda hidup di dunia. Tetapi Allah, kepada-Nya sajalah seindah-indah tempat kembali.
Mereka yang melupakan Allah lantaran terlalu mengumbar kesenangan syahwat dan hawa nafsu bakal juga dilupakan pada Hari Akhirat kelak, sama seperti halnya mereka telah melupakan Hari Akhirat dan melupakan kehadiran Ilahi. Alquran mengatakan :
……….Yaitu orang-orang yang memperolok-olokkan agama mereka dan mempermainkannya serta tergoda oleh kehidupan dunia. Maka hari ini Kami melupakan mereka sebagaimana mereka dahulu melupakan pertemuan mereka dengan hari ini dan karena mereka mengingkari ayat-ayat Kami.
Karena itu sangat mengherankan kalau manusia—sekalipun mengetahui bahwa dunia ini bersifat sementara dan akhirat bersifat abadi—memusatkan perhatiannya dengan mereguk berbagai kesenangan dunia. Bahkan setelah mengetahui bahwa dunia ini hanyalah khayalan belaka, ia pun masih tenggelam dan asyik dengan pemandangannya. Sebagai dinyatakan Alquran :
……Apakah kamu lebih suka kehidupan dunia dari pada (kehidupan) akhirat ? Kesenangan hidup duniawi tiada berarti dibandingkan dengan kehidupan akhirat.
Seorang Sufi mengatakan :
Aku melihat sumber keberadaan ini, yakni dunia ;
Ia mengandung hanya sesauk air untuk mencuci tangan.
Alquran mengatakan :
Perumpamaan kehidupan di dunia hanya seperti air yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya tanaman-tanaman bumi, yang menjadi makanan manusia dan binatang. Kemudian ketika bumi menyandang keindahan dan menghias diri dan penduduknya mengira bahwa mereka berkuasa atasnya, datanglah kepadanya hukuman Kami, malam hari atau siang hari, dan kami jadikan bumi itu laksana tanaman yang sudah disabit, seolah tiada pernah ia tumbuh hari kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang berpikir.
Ini menunjukkan sifat sementara dari kehidupan di dunia ini. Dan ingatlah disayangkan jika, setelah mengetahui ini, kita demikian merasa senang dengan kehidupan dunia dan tertipu olehnnya sehingga kita melupakan Zat Mahamutlak. Seperti dikatakan seorang penyair :
Apakah dunia ini ? Bagi kami, dunia laksana gelembung buih,
Atau seperti loteng asap, atau bagaikan khayalan ?
Hati orang yang tidak mempedulikannya,
Senantiasa bergelora dengan kecemasan seperti sebuah kebab.
Alquran mengatakan :
..Mereka bergembira dengan kehidupan duniawi. Tetapi kehidupan duniawi, dibandingkan kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan sejenak.
Bahkan Nabi Muhammad saw, sendiri pun dilarang untuk menginginkan dan mendambakan harta benda dan kekayaan duniawi, meski hanya sesaat. Apalagi orang lain, harus lebih berhati-hati menghadapi kehidupan duniawi ! Dunia ini adalah musim semi yang berlangsung cuma sebentar saja. Ia adalah palagan dan kancah tempat kita diuji. Alquran menyatakan :
Dan janganlah layangkan pandanganmu kepada kenikmatan yang Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka. yang demikian itu (hanyalah) kembang kehidupan dunia supaya dengan demikian Kami dapat menguji mereka. Tetapi rezeki Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal.
Apapun yang kita miliki saat ini adalah rezeki dalam kehidupan dunia ini. Akan tetapi, lantaran jahil dan tidak tahu, kita pun terpikat oleh bentuk dan coraknya yang warna-warni. Lantaran kelalaian kita, kita tidak sanggup mengapresiasi bahwa apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik dan lebih kekal. Semestinya kita menangis lantaran kita salah memahami.
Wahai hati, berapa lama lagi engkau tertipu ini dan itu dalam penjara ini ?
Keluarlah dari jalan gelap ini agar engkau bisa melihat dunia.
Alquran mengatakan :
Dan segala sesuatu yang diberikan kepadamu hanyalah kenikmatan hidup di dunia dan dan perhiasannya. Tetapi apa-apa yang ada pada Allah lebih baik dan lebih abadi. Tidakkah engkau memahami ?
Orang bijak tidak akan terikat oleh dunia, tidak pula ia meratapi lantaran dunia hilang darinya, sebab yang dipandangnya hanyalah Allah SWT. Alquran mengatakan :
Maka keluarlah (Qarun) di tengah-tengah kaumnya dengan (segala) perhiasannya. Berkatalah mereka yang tujuannya ialah kehidupan dunia ini, “Wahai” ! Ia sungguh beruntung sekali ! Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, “Celakalah kamu ! Balasan Allah lebih baik bagi orang yang beriman dan beramal saleh. Tetapi itu hanyalah tercapai oleh orang-orang yang sabar.
Alquran berbicara tentang kehidupan dunia ini sebagai permainan dan sendau gurau di banyak tempat. Ia juga menegaskan bahwa kehidupan dunia bersifat sementara dan tak hakiki. Dan para penyair Sufi mengingatkan kita untuk tidak memandangnya sebagai yang benar-benar hakiki, sebab kehidupan dunia memang tidak hakiki.
Begitu pula, hadis Nabi mengisyaratkan hal yang sama. ‘A’isyah menuturkan bahwa Nabi saw, bersabda, “Dunia adalah kediaman bagi orang yang tidak punya rumah dan milik orang yang tidak punya apa-apa. Hanya orang tak punya akal saja yang menimbun-nimbun (harta kekayaan).
Dalam hadis lain diriwayatkan, Nabi mengingatkan para pengikutnya di Madinah bahwa beliau tidak mengkhawatirkan kemiskinan menimpa mereka, melainkan justru mengkhawatirkan bahwa mereka jadi terlalu kaya dan dengan demikian terikat oleh dunia serta melupakan Allah.
Dalam sebuah hadis panjang yang diriwayatkan oleh ‘Umar ibn ‘Aub, Nabi bersabda :
Aku bersumpah demi Allah bahwa aku tidak khawatir atas kemiskinan. Akan tetapi aku khawatir bahwa dunia terbentang luas dan terbuka bagimu, sebagaimana ia juga terbentang bagi orang-orang sebelummu. Engkau akan saling berlomba-lomba mengejarnya, sebagaimana dilakukan oleh orang-orang sebelummu. Dunia akan menghancurkanmu, sebagaimana ia juga telah menghancurkan orang-orang sebelummu. (Bukhari dan Muslim)
Ada sebuah hadis lain yang mengandung makna serupa dan diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudhri :
Yang saya khawatirkan atas dirimu sesudahku ialah kelapangan, pesona, daya tarik, kekayaan, dan hiasan dunia (Bukhari dan Muslim)
Nabi saw. juga bersabda :
Dunia berikut segala sesuatu yang ada di dalamnya adalah terkutuk kecuali zikir kepada Allah berikut berbagai akibatnya.
Sungguh tepat apa yang dikatakan Baha’uddin Amuli :
Jika engaku melihat setiap bunga mawar segar
yang menjadi mutiara ini,
maka itulah sekuntum kembang.
Jika engkau memetiknya, maka itulah duri.
Pandanglah lilin dari kejauhan, jangan mendekat,
Sebab, meski kelihatan sepeti cahaya,
sesungguhnya ia adalah api.
Maksud dan tujuan Allah mengutus para rasul kepada umat manusia ialah menjauhkan manusia dari dunia yang fana dan menghantarkannya menuju Realitas Hakiki. Pesan ini sangat ditandaskan dan begitu kuat ditegaskan dalam konsep tauhid dalam Islam yang terkandung dalam kalimat syahadah : “Tidak ada tuhan selain Allah.”
Para syaikh dalam berbagai tarekat Sufi menitik beratkan pentingnya berpaling dari dunia dan menuju Allah serta Realitas Hakiki. mereka mengibaratkan dunia sebagai bayang-bayang. Umpamanya saja, hasan al-Bashri mengatakan :
Dunia laksana mimpi atau bayang-bayang fana,
Seorang bijak tak bakal tertipu oleh hal semacam ini.
No comments:
Post a Comment